Bermula dari Hijrah

Ibrahim hanya meninggalkan Hajar dan anaknya dengan wadah berisi kurma dan air.

Oleh: Achmad Syalaby Ichsan

Dibalik segala estetika ritualnya, Idul Adha memiliki liukan sejarah yang amat panjang. Hari raya yang kerap menjadi momentum keshalihan miliaran manusia itu merupakan warisan dari keikhlasan pengorbanan Nabi Ibrahim As.

 

Sami bin Abdullah al-Maghlouth dalam Atlas Haji dan Umrah mengungkapkan, bapak para Nabi itu berhijrah dari Kutsa, sebuah daerah pinggiran kota Kufah menuju Harran. Dia kemudian meneruskan perjalanan ke Syam. Setelah berada di Palestina, Ibrahim melanjutkan perjalanan ke Mesir.

 

Sepanjang waktu pengembaraannya, dia kerap mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah SWT, berperang di jalan-Nya, melayani orang-orang lemah dan orang miskin, berlaku adil antarsesama manusia dan menuntun manusia kepada hakikat dan kebenaran.

 

Sarah, istri Ibrahim yang kerap menemaninya mengembara sadar tentang kemandulannya. Dia mengetahui kerinduan Ibrahim untuk memiliki keturunan yang baik. Sarah pun merelakan Siti Hajar, seorang hamba sahaya — menurut beberapa riwayat merupakan pemberian dari Fir’aun — untuk dinikahi suaminya. Dia berharap agar Allah SWT mengaruniakan keturunan yang shaleh dari rahim Hajar.

Malaikat Jibril memberi tahu Ismail tentang Hajar Aswad, sebuah batu yang pernah diturunkan Allah dari surga.

Tak lama setelah pernikahan Ibrahim, Hajar pun hamil sesuai dengan doa Sarah. Dia melahirkan Ismail, sebuah nama penting yang kelak meneruskan trah kenabian hingga kepada Rasulullah SAW. Betapa bahagianya Ibrahim mendapat keturunan setelah penantian yang panjang.

 

Belum lama Ibrahim menikmati senangnya menjadi ayah, Allah SWT mengujinya dengan perintah hijrah menuju hijaz. Sebuah daerah yang diceritakan dalam Alquran sebagai lembah yang tak mempunyai tanam-tanaman. Ibrahim pun meninggalkan mereka disana untuk kembali kepada Sarah.

 

Ibrahim hanya meninggalkan Hajar dan anaknya dengan wadah berisi kurma dan air. Atas kehendak Allah, bekal persediaan Hajar habis. Padahal, Hajar masih harus menyusui Ismail. Ketika rasa haus mencapai puncaknya, Hajar berjalan bolak balik antara Bukit Shafa dan Marwa hingga tujuh kali. Dia tidak mendapatkan apa-apa. Saat kembali ke tempat dia meninggalkan putranya, Hajar terkejut melihat air keluar dari bawah telapak kaki Ismail.

 

Dengan gembira, Hajar segera membendungnya dengan tanah. Dia berkata kepada air itu, “Berkumpullah! Berkumpullah!” dalam bahasa Arab, “Zumi!, Zumi!” sehingga kelak disebut dengan nama Zamzam. Hajar dan Ismail menikmati limpahan air tersebut hingga merasa segar. Mereka tak pernah merasa takut akan kehausan dan disia-siakan.

Tak berapa lama, rombongan dari kabilah Jurhum dari Yaman tiba. Mereka singgah di lokasi yang kelak menjadi Kota Makkah. Mereka pun meminta izin kepada Hajar untuk menetap. Mendengar itu, Hajar merasa gembira. Dia merasa telah menemukan orang-orang yang dapat mengusir kesepiannya di padang yang tandus.

 

Kabilah ini lantas membangun beberapa, belasan hingga puluhan rumah hingga membentuk pemukiman. Nama Makkah diberikan karena tempat ini terletak diantara dua gunung. Posisinya berada di tanah rendah sama dengan kedudukan tempat minum (makkuk). Pendapat lainnya menjelaskan jika nama Makkah diberikan karena keramaian orang-orang di sekitarnya.

 

Ibrahim kemudian berkunjung kepada keluarganya dengan rutin. Satu kali, dia bermimpi menyembelih putranya Ismail. Putra yang disayanginya itu menerima perintah Allah dengan sabar. Setelah sempat digoda setan, Ibrahim dan Ismail bertekad untuk melaksanakan perintah Allah itu.  Lulusnya Ibrahim menghadapi ujian keimanan dijawab dengan penggantian kurban dari Ismail menjadi sembelihan yang besar.

 

Hingga puncaknya, ayah-anak itu diperintahkan Allah SWT untuk membangun kembali Ka’bah. Pada masa pembangunan itu, Ismail membantu membawakan ayahnya batu-batu.  Malaikat Jibril memberi tahu Ismail tentang Hajar Aswad, sebuah batu yang pernah diturunkan Allah dari surga. Dia pun mengambil dan meletakkannya di sudut agar menjadi tanda bagi manusia. Setiap selesai bekerja, keduanya selalu memanjatkan doa kepada Allah, “Ya Rabb kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui “( QS Al Baqarah: 127).